Pertanyaan
Bismillah.
Bagaimana jika ada akhwat yg menunda nkh dg alasan msh ingin belajar ilmu syar’i sbg bekal menuju rumah tangga,dan beranggapan bahwa ketika sudah menikah,akan sulit untuk bisa belajar krn sudah dsibukkan dg urusan rumah tangga:mengurus suami,anak dll.dan hal tsb bnyk ia dapatkan dr pengalaman ummahat yg mengeluh sulitny belajar ketika sdh berumahtangga.
Jazakumullah khairon.
Bismillah.
Bagaimana jika ada akhwat yg menunda nkh dg alasan msh ingin belajar ilmu syar’i sbg bekal menuju rumah tangga,dan beranggapan bahwa ketika sudah menikah,akan sulit untuk bisa belajar krn sudah dsibukkan dg urusan rumah tangga:mengurus suami,anak dll.dan hal tsb bnyk ia dapatkan dr pengalaman ummahat yg mengeluh sulitny belajar ketika sdh berumahtangga.
Jazakumullah khairon.
Jawaban pertanyaan anda
Dijawab oleh Abu Ibrahim Abdullah bin Mudakir
Dijawab oleh Abu Ibrahim Abdullah bin Mudakir
Pertanyaan yang saudari tanyakan ini
diantara pertanyaan yang banyak ditanyakan seorang akhwat. Maka perlu
diketahui tidaklah dijadikan alasan seseorang menunda menikah dengan
seorang laki-laki shalih yang ia sukai dikarenakan ingin belajar
terlebih dahulu karena tidak ada pertentangan antara belajar dengan
menikah. Seorang suami yang shalih akan membantu istrinya melakukan
ketaatan kepada Allah diantaranya adalah menuntut ilmu syar’i.
Perlu diketahui sangat banyak ayat maupun hadist yang menganjurkan kita untuk menikah. diantaranya
Allah Ta’ala berfirman:
Allah Ta’ala berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ
لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ
بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar-Rum:
21)
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ
قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيَّةً وَمَا كَانَ
لِرَسُولٍ أَنْ يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللهِ لِكُلِّ أَجَلٍ
كِتَابٌ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mu`jizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu)”. (QS. Ar-Ra’d: 38)
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mu`jizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu)”. (QS. Ar-Ra’d: 38)
Allah Ta’ala berfirman:
فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ
“Dan nikahilah wanita-wanita yang kalian senangi, dua atau tiga atau empat wanita.” (QS. An-Nisa`: 3)
“Dan nikahilah wanita-wanita yang kalian senangi, dua atau tiga atau empat wanita.” (QS. An-Nisa`: 3)
Dan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah memiliki kemampuan maka hendaknya dia menikah, karena hal tersebut lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena puasa adalah benteng baginya”. (HR. Al-Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400)
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah memiliki kemampuan maka hendaknya dia menikah, karena hal tersebut lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena puasa adalah benteng baginya”. (HR. Al-Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400)
Dari sini kita mengetahui bahwa agama
kita sangat menganjurkan seseorang untuk menikah bahkan didalam
terkandung manfaat dan keutamaan yang sangat banyak. Begitu juga hal ini
kita ketahui dari amalan Nabi dan para sahabatnya. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menikahkan Ruqqayah, Zainab disaat masih
berumur belia dan mereka adalah wanita2 yang paling semangat menuntut
ilmu, begitu juga Abu Bakar menikahkah ‘Aisyah diumur yang yang sangat
muda… apakah dengan sebab itu Aisyah lalu tidak bisa belajar..?? bahkan
‘Aisyah menjadi wanita yang paling faqih dalam masalah agama, Hafsah pun
menikah diusia belasan dengan Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam
setelah menjadi janda apakah umar tidak tahu mana yang terbaik untuk
anaknya sehingga dinikahkan pada usia muda??!! bukankah hafsah wanita
yang semangat menutut ilmu dll. Begitu juga Ali menikah putrinya dengan
umar diusia yang sangat muda. Mereka adalah para wanita yang terdepan
dalam semangat mencari ilmu syar’i tetapi tidak menghalangi mereka
menikah diusia muda.
Kalau ada yang berkata realita yang mengatakan demikian (Yaitu banyak akhwat yang terganggu dari menuntut ilmu setelah menikah) :
maka kita jawab, sejauh mana kebenaran relita ini, jangan-jangan masalahnya bukan pada menikahnnya..?!. Tarulah realitanya seperti itu, sayapun bisa mengemukan realita yang lain, dimana para akhwat yang duduk dimajelis ulama di yaman hampir 100% kalau tidak mau dikatakan 100% semuanya setatusnya adalah WANITA YANG PUNYA SUAMI…!!! yang mereka belajar ke yaman berangkat dengan suami2 mereka. lalu dimana yah wanita yang statusnya belum punya suami di majelis – majelis para ulama ahlussunnah disaudi atau diyaman. Lihatlah tidak ada pertentangan antara belajar dan menikah dengan laki2 shalih, justru suami yang shalih akan membantu istrinya dalam menuntut ilmu syar’i tinggal sama2 komitmen dan saling ta’awun.
kalau alasannya sibuk nanti jika jadi ibu rumah tangga ngurus anak, suami dll.
maka kita katakan setiap orang punya kesibukkan, yang belum menikahpun punya kesibukkan jadi kalau alasannya ini kaya perlu ditinjau ulang..!!. Coba lihat berapa banyak wanita yang belum menikah hilang kesempatan untuk bisa ikut kajian di tempat yang mengharuskan dia safar karena tdk ada mahram yang mengantar, adapun wanita yang mempunyai suami yang shalih ada yang mengantar ketempat ta’limnya walaupun jauh
yang mengharuskan dia safar. Atau berapa banyak wanita yang belum menikah kehilangan kesempatan untuk mengikuti ta’lim pada malam hari karena tidak ada yang mengantar atau saudara yang mau menemaninya ikut ta’lim, tapi justru para ummahat bisa ikut ta’lim yang diadakan pada malam hari dengan suami-suami mereka. Intinya seorang suami yang shalih akan membantu istrinya bukan hanya untuk menuntut ilmu syar’i tetapi akan membantu istrinya untuk ta’at kepada Allah diantaranya menuntut ilmu syar’i. semoga jawaban ini bermanfaat bagi kita semua. Wallahu a’alam
Kalau ada yang berkata realita yang mengatakan demikian (Yaitu banyak akhwat yang terganggu dari menuntut ilmu setelah menikah) :
maka kita jawab, sejauh mana kebenaran relita ini, jangan-jangan masalahnya bukan pada menikahnnya..?!. Tarulah realitanya seperti itu, sayapun bisa mengemukan realita yang lain, dimana para akhwat yang duduk dimajelis ulama di yaman hampir 100% kalau tidak mau dikatakan 100% semuanya setatusnya adalah WANITA YANG PUNYA SUAMI…!!! yang mereka belajar ke yaman berangkat dengan suami2 mereka. lalu dimana yah wanita yang statusnya belum punya suami di majelis – majelis para ulama ahlussunnah disaudi atau diyaman. Lihatlah tidak ada pertentangan antara belajar dan menikah dengan laki2 shalih, justru suami yang shalih akan membantu istrinya dalam menuntut ilmu syar’i tinggal sama2 komitmen dan saling ta’awun.
kalau alasannya sibuk nanti jika jadi ibu rumah tangga ngurus anak, suami dll.
maka kita katakan setiap orang punya kesibukkan, yang belum menikahpun punya kesibukkan jadi kalau alasannya ini kaya perlu ditinjau ulang..!!. Coba lihat berapa banyak wanita yang belum menikah hilang kesempatan untuk bisa ikut kajian di tempat yang mengharuskan dia safar karena tdk ada mahram yang mengantar, adapun wanita yang mempunyai suami yang shalih ada yang mengantar ketempat ta’limnya walaupun jauh
yang mengharuskan dia safar. Atau berapa banyak wanita yang belum menikah kehilangan kesempatan untuk mengikuti ta’lim pada malam hari karena tidak ada yang mengantar atau saudara yang mau menemaninya ikut ta’lim, tapi justru para ummahat bisa ikut ta’lim yang diadakan pada malam hari dengan suami-suami mereka. Intinya seorang suami yang shalih akan membantu istrinya bukan hanya untuk menuntut ilmu syar’i tetapi akan membantu istrinya untuk ta’at kepada Allah diantaranya menuntut ilmu syar’i. semoga jawaban ini bermanfaat bagi kita semua. Wallahu a’alam
di kutip dari :
0 komentar:
Posting Komentar