Ilmu ibarat pisau bermata dua.
Barakahnya melimpah dunia akhirat ketika disyukuri, sebaliknya akan
menjadi petaka yang tidak berakhir ketika dikufuri. Sebagaimana
Rasulullah ` pernah mewanti-wanti, “Al Quran adalah hujah yang membelamu atau justru akan menuntutmu.” [H.R. Muslim dari shahabat Abu Malik Al Asy’ari z]. Al
Quran justru akan menuntut seseorang apabila ilmu Al Quran yang ia
miliki sekedar wawasan tidak diamalkan. Allah pun mencela mereka yang
tidak mengamalkan ilmunya, celaan yang dibaca sepanjang zaman. Allah
berfirman:
“Apakah kalian suruh orang lain
(mengerjakan) kebajikan, sedang kalian melupakan diri kalian sendiri,
padahal kalian membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kalian berpikir?” [Q.S. Al Baqarah:44].
Syaikh As Sa’di menafsirkan bahwa walaupun ayat ini turun khusus pada
Bani Israil, tetapi hukumnya umum untuk siapa saja yang tidak
mengamalkan ilmunya. Berdasarkan firman Allah dalam surat Ash Shaff,
“ Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan?
Amat besar kemurkaan Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan.” [Q.S. Ash Shaff:2,3]. [Taisir kariimirrahman].
Al Quran pula akan menyebabkan
kesengsaraan apabila justru disalahgunakan untuk mengejar status sosial,
reputasi, popularitas, dan seluruh tujuan duniawi yang lainnya. Hal ini
ditegaskan oleh Rasulullah ` dalam hadits Abu Hurairah z, beliau
bersabda, “Siapa menuntut ilmu yang seharusnya ilmu tersebut untuk
mengharap wajah Allah (ilmu syar’i), ia tidaklah mempelajarinya kecuali
sekedar untuk mendapatkan bagian duniawi saja, maka ia tidak akan
mendapatkan wanginya bau surga pada hari kiamat.” [H.R. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah].
Ilmu adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Rasulullah ` mengingatkan, “Tidak
akan bergeser kaki anak adam dari Rabbnya pada hari kiamat, hingga
ditanya tentang lima perkara: untuk apa umurnya dihabiskan, untuk apa
masa mudanya dilewatkan, hartanya dari mana didapat dan kemana
disalurkan, serta apa yang telah diamalkan dari ilmunya?” [H.R. At Tirmidzi, dari sahabat Abdullah bin Masud z dihasankan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah].
Dari beberapa dalil ini
tegas menunjukkan bahwa ilmu harus diamalkan lahir dan batin. Seseorang
yang berilmu haruslah tercermin dalam tingkah laku, akhlak, dan
pergaulannya. Kepada siapa saja, kepada apa saja, dan di mana pun
berada. Ketaatannya kepada Allah semakin meningkat, keimanan dan
ketakwaannya semakin kuat, hubungannya kepada Allah Penciptanya semakin
dekat. Ketundukan dan kepatuhannya terhadap bimbingan Rasulullah pun
semakin nyata. Mengagungkan, memuliakan, semakin cinta dan rindu untuk
bertemu dengan beliau `.
Seorang yang berilmu akan semakin
menghargai dan memuliakan para ulama, para ustadz, dan guru-guru
mengajinya. Karena ia tahu bahwa kemuliaan ilmu yang ia miliki adalah
nikmat yang Allah karuniakan melalui perantara mereka. Ia pun akan
menghormati dan mencintai mereka sepenuh hati. Kesalahan yang mungkin
terjadi dari mereka, ia sikapi sebagaimana mestinya. Ia mengingatkan
dengan santun dan lemah-lembut, tanpa menyinggung perasaan, tanpa
menyakiti.
Kepada kedua orang tuanya, orang yang
berilmu akan berbakti setulus hati. Ia akan selalu mengusahakan yang
terbaik bagi kehidupan dunia dan akhirat untuk keduanya sekuat tenaga.
Demikian pula kepada yang lainnya, kepada istri, anak, saudara, kerabat,
tetangga, sesama kaum muslimin, orang-orang kafir, bahkan kepada hewan
sekalipun orang yang berilmu akan bersikap dan bergaul dalam timbangan
ilmu. Sehingga orang sekitarnya akan ikut merasakan barakah ilmunya.
Dengan akhlaknya yang mulia, dengan muamalahnya yang bijaksana, dan
nasihat-nasihatnya yang berharga.
Inilah ilmu yang
bermanfaat. Ilmu yang menumbuhkan keimanan, ilmu yang berbuah amal
shalih, ilmu yang orang lain bisa mengambil manfaat dari wasiat dan
pengajarannya, ilmu yang mengokohkan kesabarannya. Sebagaimana firman
Allah:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal shalih dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran
dan saling menasehati supaya menetapi kesabaran.” [Q.S. Al ‘Ashr:1-3].
Dalam surat ini Allah menyebutkan bahwa
keberuntungan dunia dan akhirat hanya didapat oleh orang yang memiliki
empat sifat yang semuanya hanya bisa diwujudkan dengan ilmu syar’i.
Ilmu yang bermanfaat
inilah ilmu yang berbuah bahagia. Sebuah anugerah yang tidak ternilai
dengan harta, tahta dan wanita. Sebagaimana firman-Nya,
“Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” [Q.S. Al Baqarah:269].
Imam Ibnu Qutaibah dan jumhur (mayoritas) ulama menafsirkan hikmah yang
dimaksud adalah ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Sebagaimana yang
dinukilkan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Miftah Darissa’adah.
Semoga Allah mengaruniai kita semua ilmu yang bermanfaat. Allahu a’lam. [farhan].
sumber : http://tashfiyah.net/2011/06/ilmu-berbuah-bahagia
0 komentar:
Posting Komentar